Jakarta – Pemilik Bangunan Kios yang berada di atas saluran air sepanjang Jln. Bisma Raya Papanggo, Suroto membantah adanya dugaan pungli seperti kabar yang diberitakan sebelumnya.
“Tidak benar itu, gak ada pungli,” kata Suroto yang juga diketahui sebagai Ketua Sahabat Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Utara kepada wartawan, Jumat 25 Oktober 2024.
Suroto menjelaskan, uang iuran Rp. 300 ribu perbulan per Kiosnya itu untuk mengganti modal awal yang ia keluarkan untuk membangun Kios tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bikin bangunan Kios gitukan make modal, kurang lebih Rp. 2,5 juta jadi uang Rp. 300 ribu ya buat ganti modal,” terang Suroto.
Sebelumnya, warga Papanggo yang meminta identitasnya disembunyikan sempat menyindir Lurah Papanggo, Tomi Haryono yang tebang pilih terhadap penegakkan perda.

Ia mencurigai bangunan-bangunan yang berdiri di atas saluran air dan ruang terbuka hijau (rth) ada setoran ke pengurus wilayah hingga aparat kelurahan.
“Gini ya, Lurah kalo mau menegakkan peraturan yah jangan setengah-setengah, semuanya tertibkan baik bangunan di atas saluran air dan Gantangan burung di rth,” ungkap warga.
Warga juga mengaku sempat mendapat kabar, untuk menempati bangunan di atas saluran air itu, dikenakan biaya Rp. 300 ribu dan ada setoran tertentu untuk Gantangan Burung di atas RTH Papanggo itu.
“Kalo ga pungutan liar apa namanya coba, masuk ke mana uangnya, kok Lurah takut buat menggusur itu semua,” sindir warga.
Sementara itu, Lurah Papanggo, Tomi Haryono membantah tudingan dirinya tebang pilih terhadap penindakan ketertiban umum di wilayah. Apalagi menerima kontribusi dari penyalah gunaan lahan terbuka hijau oleh oknum masyarakat.
“Itu ga ada, kalo masalah penggusuran puing itu atas aduan warga dan sudah dilakukan pertemuan juga,” ungkap Tomi.
Tomi menjelaskan, untuk bangunan yang berdiri di atas saluran air dan Gantangan Burung di lahan ruang terbuka hijau atas keinginan masyarakat.
Namun, ketika disinggung siapa yang mengijinkan berdirinya Gantangan Burung dan Bangunan tersebut Tomi enggan menanggapi pertanyaan itu.
“Semua masyarakat yang mengelola, lagian kalau ingin ditertibkan harus prosedural,” tutup Tomi.