Jakarta – Kekuasaan lebih penting dari persaudaraan, itulah yang sedang terjadi di ruang lingkup kelompok kerja Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Walikota Jakarta Utara.
Setahun lamanya Pengurus Pokja PWI Walikota bersama-sama berjuang untuk memajukan dan menjaga marwah organisasi yang mereka cintai. Suka dan duka mereka jalani, suasana kekeluargaan dan kebersamaan selalu hadir menemani mereka. Tetapi semua itu hilang dikarenakan perebutan kursi kekuasaan.
Padahal, mereka telah berjanji untuk saling melengkapi dan menjaga kekompakkan di tengah-tengah kemelut yang terjadi di tubuh PWI.
Keretakkan persaudaraan mereka bermula pada 1 September 2024. Saat itu, pelaksanaan kegiatan Fun Bike PWI di Pasar Seni Ancol sedang berlangsung. Namun, secara tiba-tiba seorang master of ceremony (MC) memanggil salah satu dari mereka, Sunarno pria berkacamata dengan sebutan Ketua Pokja PWI Walikota Jakarta Utara.
“Kita panggil Ketua Pokja PWI Walikota Jakarta Utara, untuk naik ke panggung,” ujar MC saat acara Fun Bike berlangsung.
Suasana panas menyelimuti, sontak sambutan itu membuat keluarga besar Pokja PWI Walikota Jakarta Utara tak bisa mengkontrol emosi. “Kok SK Ketua sudah turun kami gak diberi informasi,” tanya pengurus Pokja.
Sebagian pengurus di Pokja PWI menganggap ini sebagai pengkhianatan yang tak bisa dimaafkan, apalagi di ruang lingkup mereka memang ada dua calon yang diajukan untuk memimpin Pokja PWI Walikota Jakarta Utara, yaitu Kalaus dan Sunarno.
“Pasti Sunarno ada main di DKI,” terbesit pikiran negatif diantara mereka.
Setelah keretakkan tadi, perebutan kekuasaanpun menghantui mereka yang tergabung di Pokja PWI. Usai acara Fun Bike berakhir, Pengurus Pokja PWI Walikota Jakarta Utara menyegerakan rapat internal membahas terbitnya SK Kepengurusan atas nama Sunarno.
Di saat rapat inilah keretakkan makin tak teratasi, Pria berambut panjang yang bernama Kalaus itu, merasa berat hati karena keinginannya menjadi Ketua belum terpenuhi. Akhirnya iapun memutuskan untuk meninggalkan Pokja PWI.
“Aku ijin keluar ya, HP aku lemot,” pesan singkat terakhir Kalaus sebelum meninggalkan WhatsApp Group Pokja PWI.
Sayangnya, hal ini diikuti oleh beberapa sahabat pengurus yang sudah seperti keluarga sendiri. “Dengan segala hormat saya mengundurkan diri dari Pokja PWI Walikota Jakarta Utara,” ujar pria yang sosoknya sangat ditokohkan di ruang lingkup Pokja Walikota.
Kepergian beberapa penguruspun menjadi tamparan keras di internal Pokja PWI, bukan tanpa sebab, kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin begitu hangat hancur seketika dikarenakan SK.
Dua Minggu berlalu, secara tiba-tiba, Sabtu 14 September 2024, muncul kabar bahwa Kalaus merapatkan diri membelot ke PWI kubu Hendri Ch Bangun untuk memperoleh SK Pokja PWI Walikota Jakarta Utara.
Semua perkataan yang telah terucap dan janji selama ini seakan-akan seperti omong kosong. Saling melengkapi dan menjaga kekompakkan agar tidak terkontaminasi kemelut di tubuh PWI Pusat akhirnya terjadi. Ironisnya, kekuasaanlah yang memaksa dualisme terjadi di jajaran Pokja PWI.
Muncul di pikiran Pengurus Pokja PWI, “Siapa yang sebenarnya berkhianat. Apakah situasi akan berbalik?,” itu adalah kalimat terakhir yang terbesit dibenak pengurus Pokja PWI Walikota Jakarta Utara.
Dualisme PWI
Diketahui, dualisme PWI terjadi setelah sejumlah tokoh PWI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Minggu 18 Agustus 2024.
Dalam KLB yang dihadiri perwakilan dari 22 provinsi tersebut, Zulmansyah Sekedang terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum (Ketum) PWI periode 2023-2028. Selain itu, KLB juga menetapkan Sasongko Tedjo sebagai Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI.
Di bagian lain, kubu Ketum PWI hasil Kongres Bandung Hendry Ch. Bangun menuding KLB tersebut illegal. Ia menyebut KLB digelar oleh segelintir orang yang haus kekuasaan.
Sebelumnya, Hendry Ch. Bangun mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI), telah terbukti melakukan penyelewengan dana hibah sebesar Rp. 1.771.200.000,- (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh satu juta dua ratus ribu rupiah) dari Badan Usaha Milik Negara.
Informasi tersebut tercantum dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI terkait dugaan korupsi yang dilakukan oleh sejumlah individu di organisasi pers. Surat keputusan tersebut disampaikan kepada berbagai media pada Selasa (23/4 2024).
Hal ini berujung pemecatan Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun oleh Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari keanggotaan PWI berdasarkan Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 yang ditetapkan di Jakarta, pada Selasa (16/2).
Melalui siaran pers, Ketua Dewan Kehormatan PWI Sasongko Tedjo mengatakan Hendry telah menyalahgunakan jabatan dengan bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang merombak susunan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat PWI, serta menggelar rapat pleno yang diperluas secara menyalahi aturan.
Sasongko menambahkan Hendry juga dinilai melanggar Kode Perilaku Wartawan (KPW), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Peraturan Dasar (PD), dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI, dan melakukan pelanggaran itu secara berulang.
Dalam pertimbangannya, Dewan Kehormatan menyebutkan pengurus terutama Ketua Umum, seharusnya menunjukkan keteladanan melaksanakan kewajiban menaati PD, PRT, KEJ, dan KPW PWI sebagai Konstitusi Organisasi PWI.
Penulis : Man