Jakarta – Praktik pemerasan oleh oknum wartawan dengan menyebarluaskan isi percakapan pribadi (chat) tanpa konfirmasi atau izin kini bukan sekadar pelanggaran etika jurnalistik, melainkan dapat dijerat dengan berbagai pasal hukum pidana. Perilaku ini masuk kategori kejahatan, terutama bila digunakan untuk menekan atau mengancam seseorang demi memperoleh keuntungan pribadi.
Skenario Pemerasan Berkedok Jurnalistik
Belakangan ini, marak kasus di mana oknum yang mengaku sebagai wartawan menyebar tangkapan layar percakapan pribadi seseorang ke media sosial atau menggunakannya sebagai alat tawar untuk meminta uang, fasilitas, atau imbalan tertentu. Modus seperti ini jelas bertentangan dengan kode etik jurnalistik, dan lebih jauh lagi, melanggar hukum pidana dan perlindungan data pribadi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
UU ITE dan Penyebaran Chat Pribadi
Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, secara tegas menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, mentransmisikan, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain…” bunyi pasal tersebut.
Jika pelaku menyebarkan isi chat yang termasuk kategori informasi elektronik pribadi tanpa izin, maka ia dapat diancam pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.
Pasal 368 dan 369 KUHP: Pemerasan dan Ancaman
Jika penyebaran isi chat tersebut disertai dengan niat untuk menekan atau memaksa korban agar memberikan sesuatu, pelaku dapat dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu…”
Ancaman hukuman dari pasal ini adalah penjara hingga 9 tahun.
Sementara itu, Pasal 369 KUHP menyebutkan:
“Barang siapa dengan ancaman pencemaran nama baik atau membuka rahasia, memaksa seseorang memberikan sesuatu, melakukan atau tidak melakukan sesuatu untuk menguntungkan pelaku…”
Ini berlaku pada kasus di mana pelaku mengancam akan menyebarkan isi chat yang bersifat rahasia atau pribadi, kecuali korban memberikan imbalan tertentu.
UU Perlindungan Data Pribadi: Aspek Tambahan yang Mengikat
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menegaskan bahwa isi percakapan pribadi, termasuk chat, termasuk dalam kategori data pribadi. Penyebaran tanpa persetujuan subjek data adalah pelanggaran serius.
Pasal 65 UU PDP mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan data pribadi orang lain dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.
Catatan Redaksi;
Artikel ini dibuat untuk mengedukasi pembaca terkait maraknya pengancaman oleh Oknum mengatas namakan wartawan demi memperoleh keuntungan pribadi.