Tanah Bumbu, FENOMENA.ID – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengungkapkan bahwa Komisi I masih terus membahas RUU ITE yang dilakukan tertutup. Pembahasan RUU itu pun diantaranya berfokus pada Pasal karet atau pasal yang rentan.
“ITE hari ini sampai pasal 16, kemarin (pasal) 27 kan. Karena memang kita bahas yang berat dulu, yang berat kan urusan pencemaran nama baik, bohong kemudian hate speech segala macam. Yang rentan, yang karet, yang karet juga kita selesaikan,” kata Abdul Kharis dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).
Kharis menyebut tak ingin Komisi I DPR RI dianggap mengebut RUU ITE. Terlebih,dirinya menjelaskan bahwa butuh 8 hari bagi Komisi I untuk membahas satu pasal. Politisi Fraksi PKS ini juga menyebut bahwa salah satu alasan pembahasan RUU ITE kerap tertutup ialah karena diskusi yang diangkat mengambil contoh sensitif, yang penerapannya bisa saja disalahartikan oleh publik.
“Sekarang begini, jadi kenapa ditutup karena banyak perdebatan, diskusi sorry, diskusi dalam penyusunan UU itu yang mengambil contoh-contoh yang sensitif, yang rentan mungkin miss bisa dimengerti lainlah. Jadi itu, itu dia, untuk menghindarkan itu,” lanjutnya.
Kharis juga mengatakan RUU ini kerap melibatkan banyak pihak dalam penyusunan. Termasuk jaksa dan polisi yang bersinggungan langsung dengan penindakan. “Iya makanya polisi kita panggil, jaksa kita panggil, pengalamannya bagaimana menangani. Ada polisi dan jaksa,” kata Legislator asal Jawa Tengah ini.
Diketahui, Komisi I DPR bersama pemerintah bersepakat untuk membahas lebih lanjut atas usulan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Usulan tersebut diharapkan agar UU ITE nantinya tidak hanya mengatur penyelenggaraan sistem transaksi elektronik dan kejahatan siber.
Tapi juga memuat pembaruan hukum pidana, termasuk penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian tindak pidana dengan delik aduan. Sehingga nantinya, implementasi keadilan restoratif harapannya dapat dirumuskan secara adil, baik bagi pelapor maupun terlapor.