Jakarta, FENOMENA.ID – Ketua DPP Barisan Relawan Jalan Perubahan BARA JP Dr M Adli Abdullah menyatakan Jokowi telah membebaskan beban sejarah pelanggaran HAM yang berat di masa lalu. Puluhan tahun beban sejarah dari peristiwa 1965 hingga tragedi Jambo Keupok di Aceh Selatan berdampak Indonesia terpasung dalam kemelut pelanggaran HAM berat.
Kini beban itu telah lepas dari pasungan pelanggaran HAM berat setelah mengakui ada terjadinya peristiwa kekerasan kemanusiaan ini.
“Jokowi telah meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh, pada Selasa, 27 Juni. Kita mendorong langkah awal ini berlanjut hingga semua korban pelanggaran HAM berat pada 12 peristiwa itu mendapat hak-haknya,” pinta Adli, Rabu (28/6/2023).
Adli menyebutkan Jokowi yang bertubuh kecil itu bernyali besar yakni negara telah mengakui ada pelanggaran HAM berat di masa lalu. Dengan label ini, sejarah Indonesia terpasung sehingga menjadi beban sejarah di masa kini. Setelah pengakuan dari negara ini harus dilanjutkan dengan pemulihan hak-hak korban yang terjadi dari Aceh hingga ke Papua.
“Luka bangsa ini harus kita obati dan tidak boleh terjadi lagi di masa kini dan masa depan. Sebuah negara bisa maju jika tidak ada luka bangsa di masa lalu,” ungkapnya
Adli mengapresiasi Jokowi yang membiarkan puing-puing Rumoh Geudong dibiarkan sebagai pengingat bagi generasi sekarang. Hal ini menolak komentar pejabat di Kabupaten Pidie yang ingin menguburkan puing-puing Rumoh Geudong dengan alasan ini akan mewariskan dendam. Makna dari puing tangga Rumoh Geudong yang tersisa itu adalah butuh tangga untuk menuju keadilan yang merata dan bermartabat.
Perihal digelar pengadilan HAM di Indonesia, dosen Fakultas Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini sejalan dengan pernyataan Kepala Negara yang menekankan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat akan terus dilaksanakan.
Sedangkan langkah yudisial bisa dijalankan apabila terdapat bukti yang cukup berat melalui prosedur yang telah ditetapkan. Langkah yudisial itu apabila bukti-buktinya kuat, Komnas HAM menyampaikan ke Kejaksaan Agung, kemudian juga ada persetujuan dari DPR, baru itu bisa berjalan pengadilan HAM.
“Untuk melangkah ke proses yudisial butuh waktu bertahun-tahun. Kemudian anggota dewan dan presiden mana yang mau gelar pengadilan HAM ?” ingat Adli realistis.
Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu terjadi dalam rentang waktu sejak 1965 hingga 2003 yakni Peristiwa 1965-1966. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002. Peristiwa Wamena, Papua 2003. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.